{ "layout": "simple", "featuredPost": false, "infiniteScroll": false, "lazyLoadImages": true, "lazyLoadIframe": true, "showAnimation": false, "transitionEffect": "none", "menuStyle": "minimal", "font": "system-ui", "fontSize": "16px", "primaryColor": "#ffffff", "secondaryColor": "#000000", "accentColor": "#0077cc", "darkMode": false, "adsLazyLoad": true, "adsLoadDelay": 2500, "enableSharing": false, "showBreadcrumbs": false, "enableSearch": true, "enablePreload": true, "preconnectDomains": [ "https://fonts.googleapis.com", "https://fonts.gstatic.com" ], "preloadResources": [ "/favicon.ico" ], "removeJquery": true, "minifyCssJs": true, "combineCssJs": true, "deferJs": true }

Peran Kritis Teknologi dalam Transisi Energi: Perspektif PLN

Table of Contents

Peran Kritis Teknologi dalam Transisi Energi: Perspektif PLN

PT PLN (Persero) berkomitmen menerapkan berbagai teknologi canggih untuk mendorong transisi energi dan mencapai kesepakatan Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau malah lebih dini. Penyampaian ini dilakukan dalam acara diskusi yang bertajuk "Powering the Future: Sustainable Energy Transformation for Indonesia 2024” yang diadakan di Hotel Mulia, Jakarta, beberapa waktu yang lalu.


Peran Kritis Teknologi dalam Transisi Energi: Perspektif PLN


Evy Haryadi, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem dari PLN, membagikan upaya PLN dalam mengimplementasikan berbagai teknologi revolusioner untuk meminimumkan tingkat emisi CO2. Ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada, pengembangan biomass co-firing, peningkatan efisiensi transmisi dan pembangkit jaringan, transisi dari PLTU subcritical ke PLTU super critical dan ultra super critical, gas combined cycle, dan peningkatan kapasitas energi terbarukan.

Haryadi mengemukakan,"Melalui co-firing, target kami adalah 52 lokasi dengan 43 lokasi sudah beroperasi dan berhasil mengurangi sekitar 1 juta ton emisi CO2 ekuivalen”. Ia juga menambahkan bahwa PLN telah berhasil menerapkan efisiensi dalam jaringan transmisi dan distribusi, mengakibatkan penurunan emisi sebesar 2,8 juta ton CO2.

Lebih jauh, Haryadi menjelaskan upaya peningkatan teknologi PLTU subcritical menjadi PLTU super critical dan ultra super critical, yang dapat mengurangi emisi hingga 20,8 juta ton CO2.

Dari sisi pemerintah, Wanhar, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, berbagi pentingnya kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam mewujudkan transisi energi. Ia juga memandang pentingnya menerapkan regulasi tertentu untuk mendukung investasi, dan mempercepat pertumbuhan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Wanhar juga memaparkan peran pemerintah dalam membentuk lingkungan investasi yang kondusif untuk memfasilitasi transisi energi yang cepat dan efisien. Salah satunya adalah penerbitan Perpres 112/2022 mengenai Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan Permen ESDM 12/2023 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Biomassa sebagai Campuran Bahan Bakar pada PLTU.

Deendarlianto, seorang Akademisi Pusat Studi Energi Universitas Gajah Mada, berusaha melakukan penelitian mendalam mengenai hal ini. Dalam penelitiannya, ia mencoba untuk membangun sebuah model penurunan emisi dalam sektor energi menggunakan tiga faktor utama: biaya pengurangan CO2, dampak industrialisasi, dan hubungan antara peran teknologi dan pengembangan ekonomi menuju transisi energi.

Pentingnya peran hidrogen dalam sistem kelistrikan nasional pada tahun 2045 dan peran penting energi nuklir pada tahun 2050 juga digarisbawahi dalam hasil penelitian yang telah dilakukan di UGM. Deendarlianto mengungkapkan, "Kita perlu mendorong inovasi teknologi untuk memastikan transisi energi sukses dan membawa Indonesia menuju net zero emissions di tahun 2060."

Posting Komentar